Jumat, 19 April 2013

Perasaan Sekaligus Akal Sehat

Bukan kisah pribadi. Tidak juga berhubungan dengan postingan sebelum ini, ketika saya bisa membuat untaian kalimat tentang seseorang. Saya tertarik pada sebuah tulisan -Pembunuhan Besar-besaran Akal Sehat di Dunia Asmara!. Untuk tertarik, saya tidak harus merasa setuju tentang contentnya. Tidak pula saya peduli dengan masalahnya. Tapi saya mendapati bahwa ini lucu. Hal manusiawi yang terbaca dalam sebuah tulisan. Karakternya muncul disana. Logika yang sempurna.

Sangat adil. Subjeknya yang kejam ini terang-terangan mengakui mengambil keputusan terlalu cepat dan sederhana. Sayang saya tidak tahu tentang si lawannya ketika ia menjadi wanita yang dipilih, terlalu cepatkah baginya? Sederhanakah baginya? Kemudian ada “komitmen” yang saya pikir adalah buaian janji untuk sebuah final. Pembukaan cinta yang klasik, yang memang terjadi pada banyak manusia muda.

Tapi bagaimana jika salah satu harus mengakhiri dengan beberapa alasan yang ada dalam pemikirannya? Kemudian sang lawan memilih untuk bertahan? Wajar saja. Jika saya harus medeskripsikannya secara kasar, cinta dibutuhkan untuk kesenangan, kebahagiaan, bahkan membangun motivasi. Chemistrynya yang khas adalah favorit bagi semua insan. Apa itu chemistry? Chemistry adalah rasa akibat cinta bukan dalam hubungan sedarah. Maka statusnya tidak absolut. Kecuali memang kebetulan masuk dalam garis takdir.

Kata kunci yang saya dapat sesuai penyampaiannya adalah logika atau akal sehat. Hemat saya, berjuta alasan tentang suatu hal dapat dijawab melalui akal sehat. Sumber yang empirik. Maka disampaikannya sebuah alasan untuk mengakhiri hubungan adalah hanya pembunuhan terhadap akal sehat jika harus menjalani/mempertahankan hubungan yang tidak ada chemistry lalu terasa hambar, bahkan muncul sebuah kemunafikan, bahkan sadar bukan seorang malaikat penyelamat. Dan memilih mengakhiri. Kejam, bukan? Ketika sebuah usaha mempertahankan hubungan harus dihentikan, akal sehat punya sejuta alasan, tapi bagaimana dengan perasaan? Ada perbedaan mendasar antara antara pria dan wanita dalam memandang soal cinta. Perbedaan tersebut tentu saja memberi pengaruh terhadap sikap dan perilaku keduanya. Inilah yang ingin saya tanggapi.

Bohong besar kalau kita bisa jatuh cinta dengan begitu saja tanpa bisa mengelak. Yang sesungguhnya terjadi, proses jatuh cinta dipengaruhi tradisi, kebiasaan, standar, gagasan, dan ideal kelompok dari mana kita berasal. Sungguh tidak ada yang salah. Ketika kita mulai menyukai, mencintai serta menyayangi seseorang, maka ada dua aspek yang seharusnya terlibat dalam diri kita. Kedua aspek tersebut adalah perasaan dan logika. Perasaan itu ada, agar cinta dapat dirasakan. Logika itu hadir, agar cinta tidak merugikan. Apabila seseorang dapat menempatkan antara perasaan dan logika itu pada posisi yang seimbang, dan didasari dengan niat yang tulus, cinta itu tidak merugikan, dan cinta itu tidak akan menghadirkan rasa kecewa.

Ketika kita menyetujui satu ikatan, selain rasa yang ada di dalam hati kita, fungsi logika juga harus tetap bekerja. Karena logika membuat cinta tidak sekedar rasa sayang yang ada tetapi disini lain kita dapat melihat mengapa seseorang menyakiti perasaan kita. Karena kehidupan dua insan yang saling mengasihi dan dilandasi oleh cinta, bukanlah sebuah tali ikatan untuk beberapa hari saja. Ada masa waktu yang lebih panjang yang harus dilalui dengan komitmen yang kuat. Seharusnya ada yang lebih dapat dirasakan di saat cinta hadir di hati kita, rasa saling memiliki, saling memberi, saling pengertian dan saling percaya.

Hakikatnya, Tuhan menciptakan pria dan wanita dengan sifat manusiawi yang berbeda. Pria yang mencoba membuktikan keseriusannya melalui sebuah komitmen kemudian kapan saja bisa mangaburkan itu dengan alasan dalam logikanya, memang betul. Tapi wanita tidak seperti itu. Komitmen baginya betul-betul suatu janji. Tanpa tahu alasan mengapa bisa mencintai, tanpa tahu alasan kenapa harus mempertahankan, wanita tidak punya banyak cara membuktikan umpan baliknya. Tapi semua yang dilakukannya terkait hubungan adalah keseriusan akibat sebuah komitmen. Siapapun pria di dunia ini tidak akan mampu mendeskripsikan cinta seorang wanita melalui akal sehatnya. Terlebih cinta bukan dalam hubungan sedarah. Sehingga saya berpikir, seandainya sifat manusiawi ini Tuhan tukar. Agar tahu bagaimana rasanya. Hehehe... Sebab itulah, hubungan bukan sesuatu yang harus serius, maka kita akan merasa kaku, bosan, dan terkekang. Cukup menjalaninya dengan baik. Tahu apa yang harus dilakukan, dan sebaliknya.

Jadi teringat ketika seorang dosen di kelas berkata “Segala sesuatu didunia ada dengan memiliki alasannya masing-masing. Kecuali satu di dunia ini, cinta.” Hahaha. Sungguh tidak ada yang salah. Hal manusiawi yang terbaca dalam sebuah tulisan. Karakternya muncul disana. Logika yang sempurna.

3 komentar:

  1. SPEECHLESS ....

    sepertinya lili lebih tau tentang apa yang sedang terjadi, kata kunci yang tak pernah akang terpikir : "Perasaan itu ada, agar cinta dapat dirasakan. Logika itu hadir, agar cinta tidak merugikan."

    BalasHapus
  2. mohon maaf sebelumnya ya kang. ini hanya menanggapi tulisan akang. sekadar itu kang. tidak berhubungan dengan apa yang terjadi dengan akang. apapun. jadi lili minta maaf kalau berlebihan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. gak neng, ini gak berlebihan kok. gak ada yang berlebihan dari menyampaikan sebuah pendapat dari apa yang kita liat dan tahu. jadi gak usah khawatir ya neng. makasih justru akang mah, krn tulisan ini bener-bener membukan lagi sudut pandang akang. :)

      Hapus