Jumat, 22 Maret 2013

Reunion Invitations

RE yang artinya kembali, dan UNI yang artinya bersatu. Jadi jika digabung maka bisa diartikan “kembali bersatu”. Dengan reuni kita bisa menjalin kembali hubungan dengan teman seperjuangan dulu. Kita bisa mengetahui kabar mereka, dimana mereka tinggal, dimana mereka bekerja, bagaimana keadaan mereka saat ini, dan tepatnya lagi adalah ajang nostalgia dan intermezzo.

Meski sekedar pertemuan atau kangen-kangenan dengan teman semasa sekolah atau menunjukkan kepada teman lama bagaimana perkembangan hidup dan keadaan masing-masing, kita juga kerap mengagumi bagaimana hebatnya perkembangan teman lama kita, atau mungkin juga kesempatan untuk mencari networking bisnis dengan sesama alumni yang lain. Namun terkadang sebuah ajang reuni kerap membuat teman lama enggan untuk hadir, misalkan karena kurangnnya kesuksesan yang diraih pada dirinya, sehingga ada perasaan malu ketika bertemu dengan teman lama. Hmm, that was me! Hahahaha...

Ya, saya pernah membenci sebuah undangan reuni tepat selama satu tahun setelah lulus SMA. Seperti pada postingan sebelumnya, saya adalah tipikal orang memperhatikan gengsi atau kemenangan yang diinginkan banyak orang. Pastikan setiap orang memiliki cita-cita yang berkelanjutan. Tapi tidak sedikit cita-cita akan berubah sesuai kebutuhan, waktu, dan keadaan. Isn’t it?

Ketika lulus SMA (2010) saya cukup dalam keadaan sibuk dan mumet. Saya rasa ini dilakukan setiap orang pada kondisi yang sama. Jika seseorang yang kebetulan berada pada ekonomi rendah, Ia akan giat untuk mencari sebuah pekerjaan, atau melanjutkan ke perguruan tinggi dengan beasiswa murid teladan, atau mengikuti seleksi Sekolah Kedinasan bergengsi yang free of charge seperti Akademi Militer, Akademi Angkatan Udara, Akademi Angkatan Laut, Akademi Kepolisian, Institut Pemerintahan Dalam Negeri, atau yang lainnya (jika masih ada). Dan jika seseorang kebetulan dalam kondisi ekonomi menengah/keatas Ia akan berusaha melanjutkan ke perguruan tinggi negeri/swasta yang ternama, memulai bisnis, atau juga mengikuti seleksi sekolah kedinasan bergengsi seperti yang saya sebutkan sebelumnya. Bahkan sebagian orang tidak memiliki tujuan. But It’s none of our business. Everyone has a choice.

Betapa sangat rumit. Saat itu saya tidak memiliki kemauan yang pasti. Hampir setiap teman-teman saya menyusun rencana yang begitu mengerikan. Maka ketika beberapa teman saya mengikuti tes perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia seperti Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas Gajah Mada, dan masaih banyak lagi, tentu saya tidak mau ketinggalan. Kebetulan saat itu (sampai sekarang) saya mengagumi yellow jacketnya Universitas Indonesia. Singkat cerita, bla..bla..bla.. Well, beberapa teman saya tertawa bahagia dengan sumpurna karena diterima dan saya juga menangis dengan sempurna telah ditolak melalui empat tahap berbeda meraih Yellow Jacket. How pity I am.

Belum berakhir, ketika beberapa teman saya yang lain mengikuti seleksi sekolah kedinasan ternama, maka pastikan saya juga sebagai salah satu peserta testnya. Hihihi... Bagian satu ini lebih mengerikan. Jika mau dibilang berlebihan, memang iya. Bagian ini membutuhkan kandidat-kandidat yang sempurna. Jauh dari kesiapan saya pada saat itu yang tidak begitu menguasai pengetauhuan sosial karena saya mengambil jurusan ilmu alam sebelumnya (saat SMA), kemampuan bahasa inggris saya dengan nilai toefl *** (maaf tidak patut disebutkan), dan kemampuan fisik yang standar. Untuk kesiapan, saya mengikuti les privat untuk beberapa pengetahuan yang akan diperlukan, berolah raga teratur, dan melakukan check kesehatan. Sayangnya terlalu singkat. In the end, sangat banyak yang gagal, one of them is me. Huhuhu... Sangat benci dengan yang berhasil!

Satu lagi. Ketika beberapa memutuskan belajar di Perguruan Tinggi Swasta saya tidak tertarik dengan itu. Mungkin karena tidak ada kepastian setelahnya. Eh, belum tentu sih. So, saya berusaha untuk tidak merasa gila. Dan diakhir keputus asaan ini dua berita menggelikan harus diterima. Yang pertama bahwa saya resmi diterima sebagai mahasiswi di universitas cukup bergengsi tapi dengan fakultas yang tidak masuk akal. Kedua, diterima pada fakultas yang cukup baik di universitas yang penduduk asli pulaunya pun tidak tahu dimana lokasi tempat itu, bahakan saya yang secara cuma-cuma mencoba pun tidak tahu. Hampir gila!

Tidak terlalu baik. Satu tahun dalam gaya tidak jelas. Saya lebih menyukai memutuskan komunikasi dengan beberapa orang terutama teman-teman saya yang telah berhasil. Mungkin saya orang yang kurang bersyukur, tapi siapapun harus sepakat bahwa ini perasaan yang manusiawi. Saya tidak meninggalkan balasan untuk beberapa pesan dan panggilan di ponsel dan menghindari komunikasi jejaring sosial. Terasa buruk. Satu yang paling saya benci adalah undangan reuni. Bagaimana bisa saya hadir ditengah-tengah cerita perkembangan hidup yang berbeda. Tahu pasti saya bukan salah satunya, tapi tidak pernah bisa menerima. Entah. Saya tidak menyukai moment dengan tidak ada sesuatu yang harus saya ceritakan. I was too bad, I knew it. Beberapa sahabat mencari, saya harus menolak.

Hahahaha...

Siapa yang tahu jika saya masih menyimpan sesuatu? Saya rasa ini cukup satu tahun. Thanks to my God Allah SWT. Saya mendapatkan satu yang pernah gagal. Cukup baik disini. Cukup sepadan dan berbeda. Meski mendapatkan koreksi untuk diri saya sendiri setelah banyak ucapan selamat dari teman-teman lama. Mereka yang tidak pernah melupakan. Forgive me, pliss...

Hey! Saya telah dua tahun berjalan. Lebih dari sekadar undangan reuni, banyak saya terima. Jika satu tahun itu sangat menolak, sekarang sudah dua tahun saya sangat tertarik dengan ini. Si jaket kuning? Yuk foto bareng. Apalagi taruna, dimana kita akan makan malam? Hahaha... Menjelang Paskah, undangan reuni tepat pada waktunya. Wow! Kenapa begitu tepat? Sangat berharap untuk dapatkan weekend. Nggak sabar...! Katakanlah pribadi yang buruk, ini adanya. I’m in “brown”. Meski akhirnya saya malas untuk bangun karena saya menghadapi hari-hari yang sama. Thanks God.